- Dapatkan link
- Aplikasi Lainnya
- Dapatkan link
- Aplikasi Lainnya
Penyusun/Penyaji/Repost : Abu Hafidz
“Dan Rabbmu mengilhamkan kepada
lebah: ‘Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di
tempat-tempat yang dibikin manusia.’ (QS. 16:68) Kemudian makanlah dari
tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Rabbmu yang telah dimudahkan
(bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam
warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Rabb) bagi
orang-orang yang memikirkan. (QS. 16:69)” (an-Nahl: 68-69)
Yang
dimaksud dengan wahyu di sini adalah ilham, petunjuk dan bimbingan bagi lebah,
agar ia menjadikan gunung-gunung sebagai rumah yang menjadi tempat tinggal,
juga pepohonan, serta tempat-tempat yang dibuat oleh manusia. Kemudian
lebah-lebah itu membuat rumah-rumahnya dengan penuh ketekunan dalam menyusun
dan menatanya, di mana tidak ada satu bagian pun yang rusak.
Selanjutnya,
Allah Ta’ala memberi izin kepada lebah-lebah itu dalam bentuk ketetapan
qadariyyah (Sunnatullah) dan pengerahan untuk memakan segala macam buah-buahan,
berjalan di berbagai macam jalan yang telah dimudahkan oleh Allah, di mana ia
bisa dengan sekehendaknya berjalan di udara yang agung ini dan juga daratan
yang membentang luas, juga lembah-lembah, serta gunung-gunung yang tinggi
menjulang. Kemudian masing-masing dari mereka kembali ke rumah-rumah mereka,
tanpa ada satu pun yang keliru memasuki rumahnya baik sebelah kanan maupun
kirinya, tetapi masing-masing memasuki rumahnya sendiri-sendiri, yang di
dalamnya terdapat ribuan anak-anaknya dengan persediaan madu. Dia membangun
sarang dari bahan yang ada di kedua sayapnya, lalu memuntahkan madu dari dalam
mulutnya, dan bertelur dari duburnya.
Firman Allah
Ta’ala: yakhruju mim buthuuniHaa syaraabum mukhtalifun alwaanuHuu fiiHi
syifaa-ul lin naasi (“Dari perut lebah itu keluar minuman [madu] yang
bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi
manusia.”) Ada yang berwarna putih, kuning, merah, dan warna-warna lainnya yang
indah sesuai dengan lingkungan dan makanannya.
Firman-Nya:
fiiHi syifaa-ul lin naasi (“Terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia,”)
maksudnya, di dalam madu itu terdapat obat penyembuh bagi manusia. Sebagian
orang yang berbicara tentang thibbun Nabawi (ilmu kedokteran Nabi) mengatakan,
jika Allah mengatakan: “fiiHi sy-syifa’ lin nas”, berarti madu itu menjadi obat
bagi segala macam penyakit, tetapi Dia mengatakan, “fiiHi syifa’ linnas”, yang
berarti bahwa madu itu bisa dipergunakan untuk obat penyakit kedinginan, karena
madu itu panas. Penyakit itu selalu diobati dengan lawannya.
Dalil yang
menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan firman Allah Ta’ala: fiiHi syifaa-ul lin
naasi (“Di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia,”) yaitu madu.
Hadits yang
diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dalam kitab ash-Shahihain dari Abu
Sa’id al-Khudri, bahwasanya ada seseorang yang datang kepada Rasulullah, lalu
orang itu berkata: “Sesungguhnya saudaraku sakit perut.”
Maka beliau bersabda: “Berilah dia minum madu.”
Kemudian orang itu pergi dan memberinya minum madu. Setelah itu orang tersebut
datang dan berkata: “Ya Rasulullah, aku telah memberinya minum madu dan tidak bereaksi kecuali bertambah parah.”
Maka beliau berkata: “Pergi dan beri dia minum madu lagi.”
Kemudian orang itu pun pergi dan memberinya minum madu. Setelah itu orang tersebut datang lagi dan berkata: “Ya Rasulullah, dia semakin bertambah parah.”
Maka Rasulullah bersabda: “Mahabenar Allah dan perut saudaramu yang berdusta. Pergi dan berilah dia minum madu.”
Kemudian dia pun pergi dan memberinya minum madu hingga akhirnya saudaranya itu sembuh.
Maka beliau bersabda: “Berilah dia minum madu.”
Kemudian orang itu pergi dan memberinya minum madu. Setelah itu orang tersebut
datang dan berkata: “Ya Rasulullah, aku telah memberinya minum madu dan tidak bereaksi kecuali bertambah parah.”
Maka beliau berkata: “Pergi dan beri dia minum madu lagi.”
Kemudian orang itu pun pergi dan memberinya minum madu. Setelah itu orang tersebut datang lagi dan berkata: “Ya Rasulullah, dia semakin bertambah parah.”
Maka Rasulullah bersabda: “Mahabenar Allah dan perut saudaramu yang berdusta. Pergi dan berilah dia minum madu.”
Kemudian dia pun pergi dan memberinya minum madu hingga akhirnya saudaranya itu sembuh.
Ada beberapa
ahli ilmu kedokteran mengatakan: “Pada perut orang itu terdapat banyak endapan
sisa-sisa makanan, dan setelah diberi asupan madu, yang memang madu itu panas,
maka endapan kotoran itu terlepas dan segera terdorong keluar sehingga hal itu
membuat perutnya bertambah sakit.
Maka orang
badui itu pun berpikir bahwa madu itu hanya akan membahayakannya, padahal ia
sangat bermanfaat bagi saudaranya tersebut. Kemudian dia memberinya minum untuk
yang kedua kalinya dan sakitnya semakin bertambah dan semakin keras mendorong.
Kemudian dia memberinya minum untuk yang ketiga kalinya. Ketika madu itu
semakin mendorong sisa-sisa makanan yang sudah rusak dan membahayakan bagi
badan, perutnya bertahan dan tekanannya pun menjadi normal sehingga semua
penyakit terdorong keluar berkat petunjuk Rasulullah yang mendapatkan wahyu dari
Rabbnya.
Dalam kitab
ash-Shahihain juga disebutkan, dari `Aisyah ra, bahwa Rasulullah saw pernah
tertarik oleh manisan dan madu. Ini adalah lafazh al-Bukhari.
Dalam kitab
Shahih al-Bukhari disebutkan dari Ibnu `Abbas, di mana dia bercerita,
Rasulullah
bersabda: “Kesembuhan itu ada pada tiga hal, yaitu pada pembekaman (berbekam), pada minum madu, atau pembakaran dengan api. Aku melarang umatku dari kayy (pengobatan dengan cara pembakaran).”
Hadits tersebut juga diniwayatkan oleh Muslim dari `Ashim bin `Umar bin Qatadah dari Jabir.
bersabda: “Kesembuhan itu ada pada tiga hal, yaitu pada pembekaman (berbekam), pada minum madu, atau pembakaran dengan api. Aku melarang umatku dari kayy (pengobatan dengan cara pembakaran).”
Hadits tersebut juga diniwayatkan oleh Muslim dari `Ashim bin `Umar bin Qatadah dari Jabir.
Imam Ahmad meriwayatkan,’ Ali bin Ishaq memberitahu kami, `Abdullah memberitahu kami, Sa’id bin Abi Ayyub memberitahu kami, dari `Abdullah bin al-Walid, dari Abul Khair, dari `Ugbah bin `Amir al Juhni, dia bercerita, Rasulullah bersabda: “Ada tiga hal (obat) jika orang terkena sesuatu (penyakit); hijam (pembekaman)/berbekam, minum madu, atau pembakaran pada bagian yang terkena penyakit, dan aku membenci pembakaran dan tidak menyukainya.”
Juga
diriwayatkan oleh ath-Thabrani dari Harun bin Salul al-Mishri dari Abu
`Abdirrahman al-Mugri, dari `Abdullah bin al-Walid.
Lafazhnya adalah sebagai berikut: “Obat jika orang terkena sesuatu (penyakit): pembekaman/berbekam.” Lalu dia menyebutkan hadits tersebut, dan sanad hadits ini shahih.
Lafazhnya adalah sebagai berikut: “Obat jika orang terkena sesuatu (penyakit): pembekaman/berbekam.” Lalu dia menyebutkan hadits tersebut, dan sanad hadits ini shahih.
Imam Abu
`Abdullah Muhammad bin Yazid bin Majah al-Qazwaini dalam Sunannya, dari
Abdullah bin Mas’ud, dia bercerita, Rasulullah bersabda: “Hendaklah kalian
berpegang pada dua penyembuh, yaitu: madu dan al-Qur’an.” Sanad hadits ini
adalah jayyid, yang diriwayatkan sendiri oleh Ibnu Majah sebagai hadits marfu’.
Kami
riwayatkan dari Amirul Mukminin `Ali bin Abi Thalib, dia berkata: “Jika salah
seorang di antara kalian ingin kesembuhan, maka hendaklah dia menulis salah
satu ayat dari kitab Allah (al-Qur’an) dalam satu lembar kertas lalu membasuhnya
dengan air langit (hujan). Kemudian hendaklah dia meminta dirham (uang) dari
isterinya dengan penuh kerelaan darinya, lalu membeli madu dengan uang
tersebut, untuk selanjutnya meminumnya juga, karena ia adalah itu penyembuh,
yakni dari segala sisi.
Allah
berfirman yang artinya: “Kami turunkan dari al-Qur’an sesuatu yang menjadi
penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Israa’: 82)
Dia juga
berfirman yang artinya: “Dan Kami turunkan dari langit air yang banyak berkah
(manfa’at)nya.” (QS. Qaaf: 9)
Demikianjuga
dengan firman-Nya yang artinya: “Kemudian jika mereka menyerahkan kepadamu
sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah)
pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.” (QS.
An-Nisaa’: 4)
Mengenai
madu, Allah berfirman: fiiHi syifaa-ul lin naasi (“Sesungguhnya pada yang
demikian terdapat obat penyembuh bagi umat manusia.”)
Firman-Nya:
inna fii dzaalika la aayaatal liqaumiy yatafakkaruun (“Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda [kebesaran Rabb] bagi orang-orang yang
memikirkan.”) Maksudnya, sesungguhnya pemberian ilham oleh Allah kepada
hewan-hewan yang bertubuh lemah itu untuk berjalan menelusuri hutan belantara
dan mengambil dari seluruh buah-buahan, lalu mengumpulkannya untuk dibuat
sarang dan madu, yang ia merupakan sesuatu yang sangat baik, adalah tanda-tanda
kekuasaan Allah bagi orang-orang yang memikirkan keagungan yang menciptakannya,
menentukannya, menggiringnya, dan yang memperjalankannya.
Sehingga
dengan demikian, orang-orang yang berfikir itu mendapatkan bukti bahwa Allah
adalah Dzat yang kuasa berbuat apa pun juga, juga berkuasa, Mahabijaksana,
Mahamengetahui, dan Mahamulia lagi Mahapenyayang.
Sumber :
https://alquranmulia.wordpress.com/2015/09/18/tafsir-ibnu-katsir-surah-an-nahl-ayat-68-69/- Dapatkan link
- Aplikasi Lainnya
Komentar